Optimis.Me Indonesia



Awal bulan Februari lalu saya mengikuti sebuah "ajakan" menulis dalam sebuah agenda bertajuk Surat Untuk Februari (SUF) yang diadakan oleh komunitas Pecandu Buku di Sosial Media Instagram. .
Meski sudah rutin diadakan dan sudah berlangsung tiga jilid (volume). ini adalah kali pertama saya mengikutinya.  
Setiap volume memiliki tema yang berbeda-beda. dan di tahun 2019 ini, SUF 2019 mengangkat tema "Surat Untuk Indonesia", yang berisi perasaan dan harapan kita kepada sebuah bangsa yang genap akan memasuki usia 74 tahun ini.

Dari beberapa surat yang saya baca dari sekitar dua ribu tagar (#SuratUntukFebruari2019) yang masuk, sebagian besar dari kami (termasuk saya) menulis sisi-sisi negatif. sisi gelap dari tubuh Indonesia. sisi yang bercerita mengenai kedukaan atau keprihatinan terhadap persoalan-persoalan bangsa yang ada.
beberapa malah menulisnya dengan perasaan pesimisme.

Tapi dari sekian banyak surat "keluhan" yang mendominasi tagar, tersemat pula beberapa surat yang menceritakan Indonesia dari sisi yang berlainan. berlawanan.
 
Seperti dalam surat milik Mas (atau Bang?) Ariel Amanda Kutajeng dalam akunnya @bagianteduh yang juga merupakan salah satu dari tiga surat terbaik SUF 2019.

"Sayangku, Indonesia.
Apa kau ingat pidato Bung Karno dulu?
Ia pernah bercerita, di Kitab Ramayana, ia menemukan negeri yang unik.
Negeri tanpa konflik, negeri yang tak punya masalah, negeri yang semua penduduknya baik-baik saja.
Apa kau tahu, Sayangku?
Negeri macam itu, kata ayah kita, tak kan pernah bisa maju. ia tak punya antitesa, tak punya alasan untuk berubah. Kalau Darwin bilang, tak punya kondisi yang memaksanya untuk beradaptasi. Seperti kata Tan Malaka, sebuah negeri itu harus "Terbentur, terbentur, terbentuk".

"Indonesiaku yang Rindu,
Jika kau kira kami sudah berubah, kau tak salah. Tapi tak sepenuhnya benar.
Ada sesuatu yang tak pernah hilang dari diri kami, rasa cinta padamu.
Aku tahu, kau mungkin takut. Jangan-jangan sepuluh atau dua puluh tahun lagi, gempa bumi atau tsunami mungkin akan meratakan tanah kita, perang saudara mungkin pecah.
Tapi saat waktu itu tiba, kami akan kembali saling bahu-membahu, bersatu padu, membangun dirimu.
Kau tahu kenapa?
Karena sejak awal bangsa kita memang tidak disatukan oleh garis darah, tapi oleh penderitaan yang sama."


Kalimat-kalimat dalam surat itu mencerahkan pemikiran saya (halah). Bahwa untuk menjadi pribadi atau bangsa yang maju sejatinya memang dibutuhkan proses "terbentur" dahulu.
Katakanlah perdebatan akan perbedaan-perbedaan. Perbedaan baik yang bersifat substansial maupun tidak. Perbedaan tersebut dapat dijadikan alat pacu untuk melakukan perubahan. 

Ahmad Wahib dalam buku "Pergolakan Pemikiran Islam" menuliskan pemikirannya ketika menghadapi persoalan tentang persatuan (Islam) di penghujung tahun 60-an.
"Orang-orang telah menetapkan persatuan sebagai tujuan. menurut saya dalam tahap seperti sekarang ini biarkan saja tiap-tiap organisasi itu menempuh jalan sendiri-sendiri. Antar mereka cukup hubungan formal dalam wadah federasi, konfederasi atau sekedar sekretariat bersama. Orang tidak sadar bahwa ada kalanya persatuan itu menghambat kemajuan dan ada kalanya perpecahan itu justru merupakan faktor dinamis"

Tapi bukan berarti kita harus melulu bergulat dengan masalah atau konflik. Ada saatnya Indonesia kelak akan bersatu-padu membangun peradaban. 
Yang perlu kita ingat bahwa negara yang telah maju sekalipun tidak berarti benar-benar terlepas dari antitesa-antitesa tersebut.


Selain sebagai korektor surat buatan saya kemarin, surat milik Mas Ariel tersebut juga menyalurkan nafas optimisme baru. (bagi saya, terutama).
Bahwa katanya Indonesia sejak dulu dibentuk bukan berdasar satu garis darah, melainkan penderitaan yang sama. Benar juga.

Sama seperti ketika Indonesia sebelum '45. Penduduk bumi pertiwi ini akur bergumul melawan penjajahan tanpa melihat atau mempermasalahkan soal-soal identitas. golongan. 
Semua bersatu untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa. Merdeka.


Setelah diinsyafi benar, ternyata banyak sekali hal-hal positif mengenai Indonesia yang dapat dijadikan penggugah optimisme Bangsa. -Hal-hal yang terkadang luput di liput oleh media-
(menurut saya media mengambil peranan yang sangat penting akan wawasan dan pemikiran kita mengenai Indonesia, disamping keinginan untuk memahami Indonesia itu sendiri secara keseluruhan)


Indonesia memiliki banyak Komunitas atau badan yang bergerak untuk kemanusiaan (atau hal lain seperti keberlangsungan alam).
Memperjuangkan hak-hak hidup dari berbagai lini. kesehatan. Kesejahteraan. Pendidikan. dan isu-isu lain yang masih menjadi masalah besar bangsa.


Sebagai contoh. Dalam dunia pendidikan, ada "Indonesia mengajar" yang di Inisiasi oleh Anies Baswedan (sebelum masuk dalam dunia perpolitikan).



Indonesia Mengajar mengirimkan lulusan-lulusan terbaik Perguruan Tinggi yang telah dididik untuk menguasai kapasitas pengajaran ke sejumlah pelosok-pelosok negeri dengan tujuan memperbaiki kualitas Pendidikan di Indonesia. 
"Indonesia Mengajar yakin bahwa pendidikan adalah sebuah gerakan. Pendidikan bukan sekedar program yang dijalankan pemerintah, sekolah, dan para guru. Pendidikan adalah gerakan mencerdaskan bangsa yang harus melibatkan semua orang."
-Hal yang jarang hadir di pemberitaan media masa-


Dibidang kesehatan ada "Tim Nusantara Sehat" yang dibentuk pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI.



Tim Nusantara sehat mengirimkan tenaga medis berbasis tim yang telah dibekali pelatihan untuk memberikan pelayanan kesehatan warga yang tinggal di wilayah terpencil, kepulauan, hingga daerah perbatasan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat tertinggal agar lebih baik. 
"Tujuan Tim Nusantara Sehat adalah menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan, menggerakan pemberdayaan masyarakat dan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terintegrasi"
(hal yang lagi-lagi jarang hadir di pemberitaan media masa)


Contoh diatas adalah sedikit dari sekian banyak gambaran akan kebaikan atau hal-hal penggugah optimisme saya (kita) akan Indonesia.




Komentar