Pengalaman Donor Darah untuk Kali Pertama



Dua minggu yang lalu pada penghujung akhir bulan Januari, Mendadak teman mengabari bahwa ia akan donor darah.
Saya yang menanti kabar ajakan ini langsung meng-ayo-kan saja. Tanpa anu itu.


Sesampainya di PMI Jl Aceh Bandung, saya dipersilahkan mendaftar terlebih dahulu.
Persyaratan yang diminta untuk pendaftaran hanya KTP dan nomor telepon saja. tanpa menunggu lama kartu PMI pun jadi.

PMI Bandung
Ruang Pendaftaran




Setelah kartu di cetak, saya diarahkan untuk mengisi data diri lanjutan dan surat pernyataan yang mengindikasikan bahwa saya benar-benar "Sehat". Pengisian data ini dilakukan secara mandiri di bilik komputer yang sudah di sediakan. 
Jika sudah lengkap, rangkuman data tersebut kemudian di print. Hasil print tersebut juga sekaligus dijadikan nomor antrian untuk pemeriksaan dokter.



Setelah antre yang tidak terlalu lama, akhirnya nomor saya disebutkan. Saya pun masuk keruangan dokter, kemudian dipersilahkan duduk oleh si empunya ruangan.

"baru pertama donor ya mba?" Dokter mengajukan pertanyaan pertamanya kepada saya.
Yang saya balas dengan anggukan dan senyum (menahan) malu.
"Istirahat cukup gak? semalam tidur jam berapa" dokter melanjutkan pertanyaanya.
"Jam satu dok" balas saya jujur.
"Ohhhh.. jam satu" kata dokter sembari menganggukan kepalanya.

"Eh apa? Jam satu?" Dokter menyela saya dengan cepat. Kemudian segera mengkoreksi (anggukan-nya tadi)
"Wah mbak.. mbaknya kurang tidur. jika mau donor minimal tidurnya lima jam loh."
"Ohh.. jadi gimana dok? Jadi saya gak bisa donor ya?" Jawab saya masih sedikit berharap.

"Itu sudah peraturannya begitu mbak, apalagi mbak baru pertama  kali donor.. kondisi mbak sekarang sudah lemas karena kurang istirahat. Belum lagi jika diambil darahnya "
Melihat saya hanya diam, dokter tersebut kembali bicara.
"Mbak istirahat saja dulu, dan bisa kembali pekan depan, jangan tidur larut, dan jaga pola makan."

Saya mengangguk tanda paham, juga pasrah karena itu sudah aturan dan lain pula demi kebaikan saya pribadi.

Sebelum keluar, saya diperbolehkan oleh dokter baik hati tersebut untuk mengecek tekanan darah terlebih dahulu.
Tangan saya dimasukan dalam sebuah alat yang kemudian otomatis mengunci pergelangan bahu dengan perlahan.

benar saja, angka sistolik hasil tes tersebut menunjukan angka "60". yang berarti tekanan saya benar rendah akibat pola tidur yang tidak sehat tadi.

Awalnya saya mengira kegiatan donor darah ini adalah kegiatan yang bebas, bebas dalam artian tidak melalui serangkaian tes kesehatan yang ketat.
saya sangat awam dengan dunia medis. jadi datang dengan niat baik pun sudah cukup, pikir saya. Hehehe.
Pancen ra mutu tenan akutu. 


Ya begitulah.
Hanya dua pertanyaan saja yang diajukan, kemudian saya didiskualifikasi dari ruangan.



--
Dua minggu kemudian saya datang kembali ke PMI
Berbekal sedikit persiapan dan optimisme (halah), yakni tidur tepat waktu selama beberapa hari terakhir.
Setelah mengisi data diri dan melewati antrian yang agak panjang, Saya masuk "kembali" ke ruangan dokter.


Pertanyaan yang diajukan pun masih sama.
Perihal tidur cukup. Makan cukup. Tidak konsumsi obat. Tidak sedang sakit. Tidak sedang hamil atau menstruasi. dan lain-lain.
Dokter kemudian mengecek tekanan darah saya. Masih dengan alat canggih yang sama tentunya.
Alhamdulillah. Tekanan darah saya normal. sistolik di angka 74.



"Setelah ini mbak cek HB ya untuk mengukur jumlah Hemoglobin dalam darah. Jika HB bagus, mbak boleh donor.
Mbak gak takut sama jarum dan darah kan?" dokter menjelaskan dan memberikan pertanyaan lanjutannya.

"Nggak dok" jawab saya dengan sedikit senyum. membatin. (nek wedi yo ra bakal donor tho buk) mhehe.

"Karena ini pertama kali mbak donor, biasanya suka ada efek pusing atau mual. tapi gak semuanya seperti itu.
Saya sarankan setelah pengambilan darah sebaiknya rileks sebentar ya." Dokter menutup kalimatnya. 


Saya pun pamit, tak lupa memberikan ucapan terimakasih tulus atas tugas dan perhatian yang telah diberikan.
 

-
Setelah dari ruangan dokter, saya menuju ke tempat pengecekan HB. Kebetulan tidak ada antrian lain, jadi saya langsung dipersilahkan duduk oleh petugasnya.

Tempat Pengecekan HB. Foto saya ambil pada saat kedatangan pertama
Jari tengah tangan kanan saya (waktu itu saya sodorkan tangan kanan) di tusuk menggunakan alat yang berujung tajam seperti jarum.
Rasanya (menurut saya) tidak sakit. Hanya sempat sedikit kaget dengan suara alatnya yang berbunyi seperti staples.
Kemudian darah dari jari tangan saya yang keluar dimasukan kedalam sebuah kotak kecil berwarna bening.

"Mbak HB nya bagus, sudah boleh donor ya" 

Saya pun dipersilahkan kembali mengantri untuk dilakukan pengambilan darah.


Saya baru baca larangan bahwa tidak boleh memotret, tapi sudah terlanjur je'. hehehe
Karena antrian pengambilan darah juga sepi, nomor antrian saya langsung dipanggil untuk masuk kedalam ruang pengambilan darah.
Sebelumnya saya diminta untuk mencuci tangan (sampai pada siku dalam) terlebih dahulu. Supaya bersih.

"Tangan kanan apa kiri mbak" petugas memberikan pertanyaan opsional pertamanya.
"Kanan saja" jawab saya.
Karena saya merasa bagian-bagian tubuh kanan saya itu lebih kuat dari pada yang sebelah kiri. Haha. (Asumsi yang sangat tidak berdasar).

Alat-alat kemudian disiapkan.
Tangan (yang akan diambil darahnya) disterilkan terlebih dahulu.
Pergelangan bahu saya diikat. Dan bagian pergelangan tangan keatas dipijat pijat, kemudian di tekan untuk mencari pembuluh vena.
"Tangannya dikepal mbak. kemudian tarik nafas dalam" perintah sang petugas.

Tanpa sadar jarum sudah masuk setengahnya ke siku dalam lengan kanan saya.

"Ndak berasa apa-apa ik" ucap saya dalam hati. bangga. Haha

Setelah hampir keseluruhan jarum masuk kedalam lengan, jarum kemudian ditarik lagi. Dan dimasukan kembali setengahnya.
Saya tidak bereaksi, hanya melongo saja melihat hal tersebut.

"Vena-nya kok ngagiclek (bergeser) ya mba. Darahnya gak mau keluar"
Petugas membuka percakapan, sembari menarik jarum sekali lagi..
"Hah, gimana? Pengaruh apa ya?"
Saya memburu petugas dengan sejumlah pertanyaan.

"Sudah dari sananya mba kalo itu" jawab petugas singkat sembari terus mengamati lengan saya layaknya mengamati penemuan baru.
Tak lama.. akhirnya "vena" saya akhirnya diketemukan. Wkwk. Betapa lega rasanya.

  
Belakangan saya ngobrol dengan teman yang telah berhasil duluan untuk donor darah, ternyata ia pun mengalami hal yang serupa.
"Tapi sebelum-sebelumnya gak kaya gitu kok" kata teman memberikan kata kunci..
Tapi meski begitu, yang saya rasakan sih biasa saja sebetulnya.
Seperti di gigit semut atau ngilu sedikit ketika jarum berhasil menembus vena dan darah mengalir ke selang pertama kali.


Sekitar sepuluh menit, kantung sudah penuh terisi darah.
"woaaa.. i did it"
Saya sedikit tidak percaya bahwa ternyata saya bisa juga untuk donor darah. Hehehe.
Dan ajaibnya saya tidak merasakan apa-apa.
Hanya sedikit perasaan mual setelahnya. Dan itu pun wajar katanya.

Selang yang menyambungkan kantung darah dengan lengan saya kemudian di potong. 
Sisa darah yang berada di selang dimasukan dalam dua botol kecil.
Dari penelusuran saya di mbah gugel, darah dalam botol tersebut lah yang akan dijadikan sampel untuk mendeteksi ada tidaknya penyakit didalam darah yang sudah saya donor tersebut, atau dalam kata lain sekaligus mengecek kesehatan atau darah yang mengalir dalam tubuh saya.

"Nanti mbak akan dihubungi apakah darah tersebut bisa dipakai atau tidak"
Kalimat terakhir yang diucapkan petugas setelah serangkaian donor darah ini usai.
Hamdallah.


Begitu keluar ruangan pengambilan darah, saya disambut hangat pegawai yang ada di dapur makan, seperti kantin.
Saya dituntun untuk mengisi data diri. kemudian dipersilahkan menunggu di meja-meja yang sudah dipersiapkan bagi para pendonor yang telah selesai mendonorkan darahnya.
untuk rehat sejenak memulihkan energi sembari menikmati berbagai menu sehat gratis yang disajikan hangat-hangat.
sebagai bentuk apresiasi.



Pengalaman donor darah pertama ini saya tulis untuk sekedar berbagi pengalaman saja. Tidak ada niatan apapun.
Justru saya malu. ketika orang lain sudah ke sekian kali melakukan kegiatan "menolong nyawa" ini, saya malah baru memulainya. Hehehe.
Semoga bisa istiqomah.

Komentar