Merbabu!


Biasanya libur lebaran saya, saya dan keluarga habiskan untuk mudik ria di Kulon Progo, Jogja. Tapi, setelah alm Simbah saya meninggal di pembuka tahun ini, kami jadi kehilangan arah *tsah* dan tidak tahu esensi mudik itu nantinya akan kami tujukan untuk siapa, meski sebenarnya keluarga besar bapak dan ibu saya ada di Jogja. Tapi tetep rasane bedo lho gaes.

Jadi, saya gunakan dalih "nganggur" ini untuk ikut teman, naik Gunung Merbabu di Boyolali.
Belakangan, lama setelah pulang dari Merbabu, salah seorang teman yang baik hatinya, menyadarkan pun pula mengkhawatirkan pandangan negatif orang lain terhadap saya ketika saya naik gunung, terlebih lagi dengan teman laki-laki.
Hehehe.. jujur saya ndak pernah kepikiran sampai sana. Saya tahu soal hukum safar sebatas apa yang pernah saya baca dan dengar.
hmm.. tapi gimana yhaa, mungkin saya masih nduniawi banget je'



----

Rasa sok 'jagoan' saya ini membuat saya pingin melakukan hal-hal aneh yang menguji batas kemampuan sejauh mana saya bisa. halah.
Salah satunya, saya selalu bilang kepada Bapak saya, bahwa saya pingin bawa motor sendiri ke Jogja pulang-pergi.
Dan ndilalah kesempatan ini hadir merubah segalanya menjadi lebih indah
Saya akan ke Merbabu pakai motor sendiri... yeyeye lalala 😅




Dulu sekali, saya pernah di bonceng Bapak untuk mudik, jadi saya sudah punya gambaran tentang rute, euforia kemacetan dan sejauh apa jarak yang akan kami tempuh nantinya
Yang berbeda, kali ini saya-lah yang jadi supirnya.. 😊😆


Singkat Cerita..
Di Jalan Lingkar Sumpiuh kami (saya dan teman) berhenti, untuk menunaikan kewajiban, istirahat, jajan bakso dan juga dawet hitam sembari menunggu kabar teman yang sedang mudik yang juga akan membersamai kami ke Merbabu.
(Kami berangkat jam lima Subuh dari Bandung, dan sampai di Sumpiuh jam satu siang) 

Setelah leyeh-leyeh selama empat jam di kampung halamannya teman, Lepas Ashar kami lanjutkan perjalanan "terniat" ini menuju Jogja..
Jalanan sore lebih macet ternyata sodara-sodara, saya harus lebih sigap untuk selap selip, diburu sama pengendara lain di belakang atau memburu yang ada di depan. 
Gayeng! (seru) kalo kata teman saya. Hahaha.



Kami Maghrib di Kebumen sebentar, kemudian jalan lagi.
Sebetulnya saya kurang awas berkendara di malam hari, tapi saya gak mau nyerah gitu aja, pokoknya harus bawa motor sendiri sampai Jogja. Titek. 😅

Nah.. akibat kengeyelan saya ini, ada satu moment ketika kami nyaris diserempet mobil yang nggilani cepetnya, ini karena saya yang hilang fokus dan terlalu ketengah, mengambil badan jalan untuk mobil.
Tapi Alhamdulillah, Allah masih maringi slamet.



Akhirnya sampai jua di Jogja..
kami sampai tepat jam sembilan malam.. Setelah Isya dan terjebak macet parah di pasar malam daerah Srandakan, Bantul.
Saya bawa mereka untuk lewat jalur desa untuk pamer dimana kampung halaman saya berada, bukan lewat jalur kiri lepas lampu bangjo (merah) Toyan dan masuk ringroad yang menjadi jalur semestinya. Hehehe. (sindrom tukang pamer)












































Komentar