Latihan mengurangi ke-apatisan

Rutinitas saya sebagai pekerja, mengharuskan saya untuk bertarung (halah) dijalanan setiap pagi dan sore hari, dimana pada jam-jam tersebut menjadi kepadatan -jam berangkat- dan -jam pulang- karyawan dimana mayoritas jam kantor/perusahaan beroperasi.
Pertumbuhan jumlah pengguna kendaraan bermotor, tidak berbanding lurus dengan jalanan yang ada, lebar badan jalan tetap seperti itu-itu saja. 
Jadi wajar jika kemacetan rasanya sudah seperti budaya, yang setiap tahunnya saya rasa akan semakin lekat dengan kehidupan berkendara.



Beralih kekendaraan umum adalah solusi yang paling gencar digalakan oleh pemerintah, dari mulai fasilitas angkutan ber-Ac sampai dengan disediakanya Televisi sebagai hiburan bagi para penumpangnya.

Karena pengguna kendaraan umum mayoritas adalah masyarakat kelas menengah ke bawah, menurut saya seharusnya yang menjadi perhatian adalah masalah tarif yang dibebankan dalam satu trayek.
Mensubsidi kendaraan khusus untuk angkutan umum (milik pemerintah?) rasanya lebih efisien, daripada mensubsidi kendaraan-kendaraan pribadi yang jumlahnya seperti tidak terhingga.
Sehingga tarif yang dibebankan pada penumpang bida ditekan, atau diminimalkan jumlahnya.

Yang kedua masalah ketepatan waktu sampai ditujuan.
Jika beralih menggunakan kendaraan umum membuat waktu perjalanan ke tempat tujuan semakin cepat daripada menggunakan kendaraan pribadi, maka sudah dapat dipastikan proses hijrah menuju angkutan umum ini akan mengalami percepatan waktu.
Menggunakan lajur khusus seperti busway di Jakarta atau angkutan umum diberikan tenggat waktu untuk mengetem (menunggu penumpang). 

Yang ketiga yang menjadi salah satu pemenuhan tuntutan dalam ajakan bermigrasi ini adalah faktor keamanan dan kenyamanan. Ketika angkutan itu laik jalan, ketika supir tidak menjalankan kendaraan secara ugal-ugalan, serta angkutan bersih dari sampah.

menurut saya ini adalah faktor yang dinamakan dengan aman dan nyaman.
tidak perlu fasilitas muluk-muluk.
Ac, Televisi, atau rak buku itu anggaplah suatu bonus saja.

Saya rasa busway adalah salah satu percontohan angkutan umum bermuatan besar yang paling baik yang pernah diterapkan di Indonesia, khususnya Jakarta. dan mungkin bisa diterapkan di kota-kota besar di Indonesia dengan lajur jalan besar yang rawan macet.
Besaran tarif untuk satu kali masuk di area koridor busway hanya 3.500 rupiah saja untuk beberapa trayek sekaligus, atau dalam kata lain dengan 3.500 kita bisa keliling Jakarta (asal tidak keluar koridor😁).
Jalan khusus yang diberikan, membuat bis ini melenggang dengan indahnya, penumpang-pun tak perlu dirisaukan dengan masalah kemacetan, meski terkadang harus berdesak-desakan di jam ramai karena kapasitas bis yang tidak cukup besar.


baru-baru ini saya menggunakan angkutan umum untuk pergi bekerja, dari rumah menuju kantor, saya harus berpindah angkutan umum sebanyak tiga kali, menggunakan satu buah bis dan dua ekor angkot. 
Dengan akumulasi tarif angkutan umum untuk pulang dan pergi dalam satu hari, yang bisa saya gunakan untuk membeli Bahan Bakar Minyak jenis Premium untuk sepeda motor saya, untuk kemudian saya pergunakan selama empat hari pulang-pergi bekerja.

dan, tiga kali berpindah angkutan umum ditambah mengetem, rasanya waktu tempuh saya untuk menuju kantor menjadi semakin lama.
Jadi wajar saja jika kendaraan pribadi rasanya masih menjadi primadona😎.