Devata Island

Sebenarnya destinasi liburan tahun baru ini adalah mengunjungi Taman Nasional Baluran di Banyuwangi, tapi karena permintaan beberapa belah pihak (dan kalo diliat2 lagi,TN yang dijuluki sebagai Afrika Van Java itu gak lagi gersang karena musim penghujan di akhir desember yang kurang keren kalo di foto)
akhirnya dari TN.Baluran kami beralih ke Bali.

Perjalanan kali ini hampir semua moda transportasi umum kami pakai, dari mulai kereta, bis, kapal laut, angkot, motor dan pesawat. segala hal lucu, menyenangkan, mengkhawatirkan, sekaligus menjengkelkan terjadi disini..
pasukan kali ini berjumlah enam orang, saya, red dan satu teman kami (Mas Diki), satu temannya teman kami , dan dua orang temannya teman dari teman kami.

Perjalanan dimulai dari Stasiun Kiara Condong Bandung, tanggal 31 Desember menggunakan Kereta Ekonomi Kahuripan yang dijadwalkan mendarat dengan bahagia dan penuh tenggang rasa pukul 5 shubuh di Stasiun Lempuyangan Jogjakata.
Tapi apalah daya.. sampai Stasiun Leles Garut, kereta berhenti selama 2 jam dikarenakan (katanya) terdapat gunungan longsor yang menutupi jalur kereta, dan akhirnya membuat kereta kami terlambat. Sehingga kereta Sritanjung, kereta api selanjutnya yang akan mengantar kami ke banyuwangi pergi tepat sepuluh menit sebelum kereta yang kami tumpangi sampai.



Di rumah makan dekat Lempuyangan kami sarapan untuk serta mencari-cari info bis yang dapat langsung mengantar kami ke bali, dannn... PO.Gunung Harta-lah yang terpilih untuk menemani perjalanan sejauh 695 km ini (2 kali perjalanan Bandung - Jogja)

kami berangkat pukul 12 siang WIB dari jogja, sampai pelabuhan Ketapang Banyuwangi pukul 3 pagi WIB dan sampai di Pelabuhan Gilimanuk Denpasar pukul 5 pagi WITA.

Ada kejadian lucu pada saat kami sampai di pelabuhan Gilimanuk, bis yang kami tumpangi hampir pergi meninggalkan kami semua yang sedang duduk santai di dek atas kapal menikmati p*p mie dan pemandangan laut selat bali
Dengan bodoh kami semua segera turun dan berhamburan mengejar bis πŸ˜±πŸ˜‚


Pelabuhan Katapang - Banyuwangi dari kapal
Sampai di pelabuhan gilimanuk perjalanan belum selesai, kami masih harus menikmati keindahan Pulau Bali dari dalam bis selama tiga jam untuk sampai di terminal Ubung.
Dari terminal ubung Mas Diki mencarter angkot, moda transportasi terakhir yang akan mengantar kami untuk sampai ke sebuah penginapan yang sudah kami booking dua bulan yang lalu. terletak di jalan Popies 2, Legian (dekat dengan Monumen Bom Bali).


Foto dari dalam ruang receptionist Mahendra Hotel


Saya dan red mengambil kamar satu-satunya yang tersisa di lantai satu, kemudian menuntaskan misi pertama kami yang selama 36 jam ini tertunda, yaitu mandi. m.a.n.d.i πŸ˜…
Jam satu siang, disaat terik matahari menyengat dan tanpa sedikitpun awan yang menggantung di langit-langit kota bali. saya dan red memutuskan untuk jalan-jalan di sekitar Legian, dan sebentar berfoto ria di Monumen Bom Bali.

Monumen Bom Bali
Dan dengan hanya menggunakan insting kuda(?).. kami sampai di pantai yang menjadi salah satu ikon kota bali, Pantai Kuta. Untuk pertama kalinya kami takjub melihat pemandangan pantai, bukan karena keindahannya, melainkan dengan pemandangan buruk akibat sampah-sampah sisa perayaan malam tahun baru disana yang entah seperti apa..

Sunset indah yang diharap-harapkan pupus ketika datangnya hujan, secepat mungkin kami berjalan kembali ke penginapan.

Lepas maghrib kami berenam sepakat untuk mengitari jalan legian dan sekitarnya dengan berjalan kaki, untuk sekedar memenuhi kewajiban numpang berfoto di kawasan hardrock cafe dan hardrock hotel yang sepertinya sudah begitu melegenda.


Dari berjalan-jalan malam, red membawa pulang sebuah tas hitam cantik dan saya membawa pulang lukisan band legendaris asal britania raya dengan proses tawar menawar yang begitu sengit.

Tempat saya bertransaksi
Sampai di penginapan, kami menghabiskan malam dengan bermain kartu UNO di sebuah meja bundar di bawah rindang pohon mangga disinari bintang-bintang di langit malam pulau dewata..#mulai😁
dan seperti biasa, saya lah yang selalu kalah.. dalam sebuah permainan, saya percaya betul dengan yang namanya Skill dan Hoki. Dan dengan menyebutkan salah satu kata mantera tersebut (Hoki), saya coba ngeles dari bully'an kelima kawanan teman dalam perjalanan kali ini.

***

Pagi hari pukul sembilan, kami menyewa 3 ekor motor untuk kami ber-enam. Tanpa tujuan yang jelas, ditambah dengan hujan deras yang tidak berhenti mengguyur sejak pagi tadi dengan ajaib akhirnya kami sampai di Pantai Pandawa, Nusa Dua.


Jalan Tol Laut Bali Mandara


Pantai-nya begitu indah dengan warna laut yang biru dan bening, ditambah dengan jajaran kursi pantai yang dilengkapi payung-payung berwarna seragam.



Setelah puas bermandikan air, ditengah-tengah perjalanan menuju Uluwatu, terjadi tragedi yang sedikit menyebalkan dan membuat kami semua akhirnya berlabuh ke sebuah pusat perbelanjaan oleh-oleh Khrisna yang terletak di Jl.Raya Kuta.


Malam hari, seperti biasa kami main UNO (lagi). tapi beruntungnya saya, baru saja babak pertama dimulai teman saya Agung, asal Pacitan yang sedang mendaftar s2-nya di Udayana, mengajak saya berkeliling kota Denpasar malam itu. kami berkeliling menggunakan sepeda motor tua hasil sewaan tak jauh dari tempat kost-nya tinggal.




***


Keesokan hari pukul 6 WITA, saya dan agung bertugas mencari mobil sewaan untuk kami ber-7 disekitar kota Denpasar. Beruntung sekali saya dan agung bertemu dengan pemilik persewaan yang begitu baik dan ramah serta tak membuat rumit persyaratan persewaanya.
Pukul 9 tepat kami sudah berada di Monumen Bom Bali untuk bertemu dengan pasukan yang lain.

Tanah Lot
Perjalanan kali ini sepenuhnya kami serahkan pada aplikasi Waze dan GPS. tempat pertama yang kami kunjungi adalah Tanah Lot, terletak di Desa Beraban, Tabanan. dengan waktu tempuh satu setengah jam dengan jalan yang tidak terlalu ramai.
Pantai - Tanah Lot

Salah Satu pura di Areal Tanah Lot
Kekecewaan saya khususnya karena tidak berhasil untuk narsis di sebuah pura yang terletak di atas bongkahan batu besar, yang memang merupakan ciri khas dari tempat wisata ini. Selain ramai pengunjung, air laut juga sedang pasang.


Alas Kedaton
Dari Tanah Lot kami menuju Alas Kedaton, Alas Kedaton adalah sebuah pura yang dikelilingi hutan dan dihuni oleh sekelompok kera yang dikeramatkan dalam masyarakat sekitar. Terletak di Desa Kukuh, Tabanan.
Parung Kera - Alas Kedaton


disini kami hanya melihat-lihat kera dan berkelilling di sekitar hutan, pengunjung wajib di dampingi oleh seorang pemandu dan tidak diperkenankan memakai kacamata, topi serta membawa makanan yang mengundang kera-kera pencuri.

Bedugul - Danau Beratan
Dan dengan segenap hati, kami mengunjungi wisata terakhir hari ini sekaligus menutup liburan kami yang dramatis. Perjalanan dengan Badan Jalan kecil yang berkelok serta terus menerus menanjak dan teramat jauh tidaklah sia-sia setelah melihat pemandangan di Danau Beratan.

Pura Ulun Danu, Danau Beratan Bedugul
Danau beratan terletak di Desa Candikuning, Tabanan terletak di ketinggian 1.200 mdpl yang ditengahnya terdapat sebuah pura bernama Ulun Danu, yang merupakan sebuah candi air besar di Bali. Saya dan agung berpisah dengan rombongan karena rasa lapar yang mendera, kami memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu sebelum memasuki areal danau.

***

Pukul 5 pagi WITA saya, red dan mas diki telah selesai berkemas, pesawat kami dijadwalkan pukul 7 pagi menuju Jogja. Kami bergegas pergi ke Bandara Ngurah Rai diantar agung tanpa yang lainya yang memilih tetap tinggal selama beberapa hari di Bali.



Mas Diki
Dari Bandara Adi Sutjipto kami menuju Malioboro dengan menggunakan Pramex dari stasiun Maguwo sampai Stasiun Tugu untuk menemui Debby dan membeli batik untuk ibuk, juga red yang ingin bertemu Dilla.

Saya, red dan deby lantas bergegas menuju Pasar Bringharjo untuk memburu batik. tak lupa menyempatkan diri mampir membeli nasi pecel di pelataran jalan Malioboro - Jogjakarta.

Red dan Debby - Malioboro
Setelah mendapatkan dua potong baju batik untuk ibuk, dan red telah bertemu secara darurat dengan dilla juga telah puas berfoto-foto di depan Monumen 11 Maret. saya dan red kembali ke stasiun tugu untuk menuju stasiun lempuyangan. Karena kereta Pasundan yang akan mengantar kami kembali ke pangkuan ibunda (#halah) tidak berhenti di stasiun tugu yang notabene untuk kereta api kelas eksekutif dan bisnis.


Kereta Pasundan dari Surabaya datang terlambat sekitar setengah jam di Stasiun Lempuyangan, kami segera masuk ke dalam gerbong dan... nomor kursi yang tertera pada tiket kami telah diisi sepasang bapak dan ibu yang memohon agar kami bertukar tempat #baiklah.

Au Revoir !

Komentar